Senin, 23 Februari 2009

Balada si Pian

“Koran.. koraaan!!”, “Koran… koraaan…!!!”, tiba-tiba suara keras mengagetkan aku di pagi itu. Aku yang sedang baca koran di ruang depan dekat jendela, segera mencari sumber suara. Aku liat dari jendela, si Pian, tukang korang langgananku sedang melepas baju seragam SMP-nya dan menyisakan baju kaos hitam yang sudah samar warnanya. Dua menit kemudian dia berteriak lagi, “Koran.. koraaan!!!”, “ Sebentar…” balasku.

Ada apa pikirku, hari itu pertengahan bulan, belum waktunya bayar uang langganan koran. “Ada apa???”, “ Begini Oom…” si Pian sedikit tersedak sebentar dan melanjutkan “mau minta uang langganan koran…” katanya. “Lho, kok sekarang?”. “Iya Oom, mau bayar uang LKDS” kata Pian kurang pede. “Apaan tuh LKDS?”. “Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa”. “Oo, begitu..” kataku.

“Berapa Yan?”, “Rp.37.500, oom…”. “Harus sekarang ya, Yan?”. “Iya Oom, kalo nggak nggak boleh ikut”. Uppss… kaget aku mendengar jawaban Pian. Si Pian lalu melanjutkan dengan ngomong “Nanti dipotong aja Oom dari uang bayaran langganan koran”. “Ya, udah…”. Aku lirik dompetku dan memberikan uang yang diminta Pian dengan sedikit tambahan.

“Makasih, ya Oom” senyum Pian mengembang dambil menatapku, padahal dari tadi dia lebih banyak menunduk.

Setelah si Pian berlalu, dengan seorang temannya yang rupanya menunggu dari jauh, aku berpikir. Ya… ampuun, masih ada aja bayaran yang jadi kewajiban siswa. Padahal untuk kegiatan siswa sudah ada bantuan berupa Bantuan Operasional Sekolah, BOS.

Peruntukan dana BOS adalah: biaya penerimaan siswa baru, pembelian buku pelajaran, pembelian bahan-bahan habis pakai, pembiayaan kegiatan siswa, pembiayaan langganan daya dan jasa, pembayaran honorarium guru honorer, pembayaran tenaga pendidikan honorer sekolah, pembiayaan ulangan harian, pembiayaan ulangan umum, pembiayaan ujian sekolah, laporan hasil ujian. Nah lho, artinya LKDS-nya si Pian seharusnya ditanggung oleh pihak sekolah.

Sedikit kilas balik, si Pian ini sudah hampir 3 tahun jadi tukang korang langgananku. Awalnya Pian aku pilih, karena teriakannya paling keras dibanding yang lain. Tiap pagi dia mengendarai sepeda dengan berseragam SD, putih-merah.Sekarang si Pian sudah kelas satu SMP. Aku berpikir, boleh juga semangatnya.

Aku selalu berharap pada anak-anak yang penuh semangat untuk belajar walaupun kondisi keuangan orang tua-nya kurang beruntung. Dengan semangat belajarnya, insyaallah akan ada Mobilisasi Vertikal, yang arti singkatnya: dengan pendidikan akan mampu meningkatkan taraf hidupnya. Peningkatan itu berupa pengetahuan, wawasan, ketrampilan hingga pendapatan yang pada gilirannya akan meningkatkan dan membantu taraf hidup dirinya dan keluarganya. Itulah hakikat pendidikan menurut aku.

Jadi menurut aku, pendidikan itu harus baik, terjangkau dan kalau bisa gratis. Orang yang beruntung mendapatkan pendidikan yang baik dan tinggi adalah orang yang pintar dan mau belajar, bukan orang yang mampu membayar.

Dalam kasus uang LKDS-nya si Pian, tercermin tidak semua orang dewasa dan pihak sekolah paham dengan HAK si Pian untuk mendapatkan pendidikan, kesempatannya untuk meningkatkan taraf hidup, untuk menjalani Mobilisasi Vertikal!!!

Rabu, 11 Februari 2009

Jas Hitam untuk Mental Inlander

Kemarin sore 10 Februari 2009, aku datang buru-buru ke kediaman Presiden SBY di Cikeas, Bogor. Sebelumnya aku terima pesen boss menyebut, “Lam, kamu datang ke Cikeas, sepertinya SBY akan kasih kesempatan TV untuk wawancara…”. Kling-klong… otakku muter sejenak. “Kamu nggak pake jeans kan?”. “Wah, aku pake jeans dan sepatu kets, mbak?”. “Pinjem aja ke wardrobe, nanti koordinasi ya”.

Ok, aku langsung ajak dua kru untuk ke Cikeas, sebelumnya sudah ada satu tim disana. Aku mampir dulu ke wardrobe, untuk nganter dua orang kru minjam baju kemeja dan sepatu pantofel. Aku, sendiri pinjam jas hitam aja.

Biasanya kalau urusan dengan kepresidenan, kru yang datan harus rapi, harus berpakaian kemeja, celana bahan dan sepatu kulit. Kali ini acaranya di Cikeas, pasti lebih longgar, tapi untuk jaga-jaga, kayaknya boleh juga pinjem properti.

Setelah urusan pinjam meminjam kelar, aku mampir ke mobilku untuk ganti sepatu kets-casual dengan sepatu kulit. Ada celana bahan di dalam mobil, aku bawa aja, dimasukkin ke dalam tas. Akhirnya yang aku pake adalah, kemeja dengan jas hitam, celana jeans belel dan sepatu kulit hitam. Ayooo berangkat...

Masalah yang sempat hangat adalah pernyataan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat yang berbau melecehkan Partai Golkar. Setelah mendapat komentar ”agak” keras dari Jusuf Kalla dan kader Partai Golkar lain, Partai Demokrat kayaknya merasa perlu untuk mengklarifikasi isu yang nggak mengenakkan itu. Cerita soal itu, selanjutnya baca aja di koran ya... kali ini yang aku pingin cerita adalah tentang pakaian sebagai status sosial dan untuk nakut-nakutin orang.

Kenapa aku cuma pinjam jas aja dan tetap memakai jeans. Begini ceritanya: Dulu, waktu presidennya masih Megawati aku pernah melakukan hal serupa. Aku ada perlu mendadak untuk masuk ke lingkungan istana, namun aku pake celana jeans dan tidak memiliki pas atau ID kepresidenan. ID Kepresidenan adalah wajib hukumnya bagi wartawan yang ingin masuk ke lingkungan istana. Kalau tamu, urusannya pasti lebih panjang. Kalau mau ngurus seperti layaknya tamu, pastilah lama. Jadi aku putuskan untuk berangkat aja, urusan kita liat nanti. Sebelum berangkat, aku comot dasi dan jas di wardrobe.

Sampe di lingkungan istana, dengan kemeja, berdasi, berjas dan celana jeans aku mencoba masuk. Aku merasa ”orang Indonesia” masih bermental inlander kok... kita buktikan ya!!!

Dengan percaya diri aku melangkah masuk, isi buku tamu dan pura-pura menelpon selepas pemeriksaan Metal Detector. Setelah itu masih ada penjagaan lain, dengan penampilan dan gaya layaknya orang penting yang berjas, berdasi dan sibuk menelpon, aku bisa masuk ke lingkungan istana, berhasil!!!, penjaga tidak berani dan sungkan menegur. Woowww, semudah itu ya... akses bagi orang berdasi, berjas dan sok sibuk!!!

Nah, kembali ke acara yang kemarin. Di benakku hal seperti itu pasti lebih gampang terjadi karena kegiatannya di rumah bukan di istana.

Begitu sampai di Cikeas, aku liat ada beberapa wartawan yang pake celana jeans. Yuups, aku masuk dengan celana jeans dengan ceria, kalau ada kesempatan wawancara, emangnya nggak boleh kalau pake celana jeans? yang nggak boleh kan kalo nggak bercelana...

Singkat cerita kesempatan wawancara khusus yang dihembus-hembuskan tidak terjadi pada satu wartawan pun, SBY hanya konferensi pers.

Sekarang yang jadi bahan bahan isengan teman-teman wartawan adalah jas-ku. Karena mereka sangat jarang liat aku pake jas, apalagi aku sudah agak jarang meliput ke lapangan, komentarnya beragam, “wuihh, penampilannya beda sekarang”, “makin mantap nich”, “waduh, sukses terus ya...” dan lain lain. Nggak enak juga ya, diisengin dengan pertanyaan seperti itu, tapi aku jelasin aja, “Biasaaa... jaga-jaga kalo nggak boleh masuk oleh penjaga karena pake celana jeans dan nggak berkemeja formal, hahahaha...”. Tapi becandaannya jadi berubah, “Wah, makin pinter nih ngelesnya,....”.

Ternyata, lebih susah ngadepin teman-teman wartawan ya, daripada ngadepin penjaga yang masih bermental inlander!!!

TEROR DI MANHATTAN, 31 OKTOBER 2017

TEROR DI MANHATTAN, 31 OKTOBER 2017 Oleh: Alam Burhanan Virginia, USA Mendengar kabar ada serangan yang mematikan, mende...