Aku sedang menuju rumah malam itu saat, aku merasa perut tiba-tiba lapar. Aku lirik jam di sebelah kiri tanganku, sudah lewat jam sebelas malam.
Sudah malas untuk makan besar (dengan nasi maksudnya), akhirnya aku memilih mampir ke warung martabak telor di dekat rumah. Segera aku pesan martabak telor, dan melihat prosesi pembuatannya.
Beberapa saat setelah martabak masuk ke panggangan, aku menuju bangku kayu di kios rokok sebelah warung martabak. Di tempat ini ada dua orang yang sedang ngopi, satu pakai kemeja dan celana pendek, satunya lagi memakai seragam pizza hut. Aku mendengar mereka seru membicarakan hasil quickcount, sore hingga malam itu.
Nampaknya bapak yang memakai kemeja dan celana pendek memegang kendali pembicaraan, aku mendengarkan saja obrolan mereka. Pegawai pizza hut yang berseragam, bicara, "Tadi sore Demokrat (partai politik), sudah 19 persen". Dengan cepat bapak yang berkemeja mengoreksi "Tadi baru aja liat, sudah 20 persen, PDI (PDIP) 14 persen, hampir sama dengan Golkar". "Oh, sudah ya, mas?" pria berseragam bertanya dan dijawab dengan cepat oleh pria berkemeja, "sudah final mas!".
Pria berseragam tadi melanjutkan obrolan, "Hebat ya, mas Demokrat?!", "Ah, itu artinya pendidikan politik kita gagal mas, Esbeye gagal, masih banyak pengangguran..." tukas pria berkemeja semangat. Pria berseragam nyambung dengan santun, " Tapi lumayanlah mas". Pria berkemeja sedikit setuju "Iya juga, eh... tapi banyak yang nggak terdaftar jadi pemilih, PDIP akan nuntut pemerintah... tadi saya liat pengacaranya diwawancara TV dan bilang akan nuntut...".
Pria berseragam dengan senyum-senyum melanjutkan, "Wah... nggak kayak Obama ya mas,... dulu waktu Obama menang, yang kalah malahan mendukung Obama. Disini jadi rame...". Nggak ada jawaban dari pria berkemeja, kecuali kepulan asap Gudang Garam yang disemburkannya ke udara.
Aku senyum dalam hati, setuju juga dengan komentar pria berseragam pizza hut itu, walaupun dalam hati aku juga mikir bahwa orang Amrik memang pintar basa-basi.
23.30 WIB martabakku jadi, segera aku pamit hendak pulang, "Mas duluan, ya...".
Almost everything we call "higher culture" is based on the spiritualization and intensification of cruelty- this is my proposition; the "wild beast" has not been laid to rest, it lives, it flourishes, it has merely become-deified.(Friedrich Nietzsche, Beyond Good and Evil, 1885).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
TEROR DI MANHATTAN, 31 OKTOBER 2017
TEROR DI MANHATTAN, 31 OKTOBER 2017 Oleh: Alam Burhanan Virginia, USA Mendengar kabar ada serangan yang mematikan, mende...
-
17 Agustus 2009, hari ini, aku bebas merdeka,… seharusnya ada acara wajib, upacara 17-an pukul 6.30 pagi di kantor, tapi aku dengan kemerdek...
-
1 of 3 2 of 3 3 of 3 Ini adalah Episode program Telisik di ANTV dengan judul Bisnis Narkoba di Dalam Penjara. Episode ini diputar pada Agust...
-
HANTU FENOMENAL DI KBRI WASHINGTON DC Oleh: Alam Burhanan Di Virginia, AS “Mas, tadi malam saya denger main pianonya bagus sekali”...
6 komentar:
Aku selalu suka dengan tulisan2 semacam ini, apa pun kontennya. Mencatat, mengikat rasa, mengikat peristiwa, (mungkin juga terbersit katarsis di dalamnya), tapi tidak menilai apalagi tendensius :-)
Terlepas dari memang benar begitu atau kelihaian yang nulis menghadirkan kesan semacam itu, bagi sebagian orang, mengikat makna adalah salah satu cara efektif untuk berkaca-bercermin.
Melihat perjalanan diri dari hari ke hari, tanpa sibuk mengamati dan menilai yang "di luar". Tanpa perlu selalu mengidentifikasi. (Hmm, nggak semua hal harus diberi label, kan ya?)
Semoga menemukan kebenaran sejatimu, dan bahagiamu, hari ini, 'Brade!
~dp~
Sista ~dp~, aku sedang belajar hidup sebagai manusia... terkadang aku bukan manusia.
Aku diingatkan teman, agar jangan pernah menjadi hakim yang tidak pernah ditunjuk, menghakimi sana-sini, menilai sana-sini,padahal tahu tidak banyak.Huuuhh, aku memang sering bukan manusia.
so..
nice progress, i think ;-)
that's why i called u: mirror.
Go ahead!!!! and many thanks for all.. since "triple 08".
~dp~
uhm,ada yang lupa.
btw..
manusia itu yang kayak apa?
Belakangan, "kebetulan" aku banyak ketemu hakim yang tidak pernah ditunjuk. Pernah (merasa) dihakimi, pernah juga diajak menjadi "pendukung" hakim.
Seperti orang yang maju membawa "bendera kebenaran"-nya yang berkibar-kibar, mereka maju... dan memerangi siapa saja di depannya yang dianggap salah. Sedihnya, mereka menabuh "genderang perangnya" atas nama cinta, sayang, sahabat, keluarga. Kalau iya, kenapa mereka seolah nggak mau tahu orang yang ia cinta, sayang, dan ia sebut sahabat atau keluarga itu, terluka dengan sikapnya????
Kadang aku berpikir,
Mungkinkah, orang yang ”memerangi orang lain”, dan menjejalkan kebenarannya pada wadah yang bukan miliknya, (mungkin), sesungguhnya sedang mencari pembenaran atas ”kebenaran” yang diyakininya?
Padahal, bukankah kebenaran yang sejati tidak perlu mencari dukungan?
Semoga menemukan kebenaran sejatimu, dan bahagiamu, hari ini, 'Brade!
~dp~
MANUSIA
Ali Syariati, pemikir Islam besar berpendapat, manusia adalah manusia yang telah mendialektikakan ruh dari tuhan dengan lempung dan yang dominant dalam dirinya adalah ruh dari Tuhan.
Kalo bahasanya Syech Siti Jenar sering kita denger dengan "Manungaling Kawulo Gusti", bukan merasa diri kita Tuhan, tetapi sadar benar bahwa dalam diri manusia ada unsur Tuhan.
Sering kita dengan obrolan orang tentang pelaku kejahatan dengan komentar, "sebenarnya dia baik, tapi yaaahhh... salah pergaulan" dsb... dsb..., manusia bisa melihat bahwa hakikat manusia adalah paduan unsur Ketuhanannya dengan keduniawiaanya.
Dan aku masih duniawi banget... masih belajar menjadi manusia.
Berusaha, menjadi "Sebenarnya dia baik... dan semoga selanjutnya terus menjadi baik".
***
Aku setuju, tidak ada kebenaran yang bisa dipaksakan. Pada manusia ada "back-mind", baik latar belakang agama, pendidikan, trauma masa lalu, keluarga, rasa bahagia yang sangat, rasa sedih yang sangat, dan banyak lagi. Paduan beragam latar belakang hidup itu kemudian menjadi nilai, dan setiap orang memiliki nilai yang berbeda.
Doktrinisasi nilai inilah yang kadang-kadang dipaksakan menjadi kebenaran, norma. Ada norma, agama, budaya, keluarga dan norma-norma lain.
Pemaksaan "kebenaran" seperti pertanyaan kamu itu, dp,... benar-benar sulit dalam dunia nyata... huuh...terkadang menjengkelkan, menyebalkan dan membuat marah, eh... terkadang menyenangkan. SULIT.
Lebih baik kita merdekakan saja diri kita dengan mendengar "kebenaran" sejati dan "kebenaran(?)" itu. Keputusan yang diambil berlandaskan kemerdekaan kita dan kemerdekaan semua orang. (Bukankah kemerdekaan itu adalah hak semua bangsa???... kayak UUD 45, hehehe).
***
What's the triple 08?
Cie...yang dibilang kayak KACA... waduh kamu gak tahan banting dunk???? Ati2 bisa pecah di mana aja dan kapan aja. Kalau pecahnya gak membahayakan orang lain sich gak pa-pa. Kalau pecah dan bahayain orang lain GAWAT....(efek domino ^-^).
Horeeee....si Kaisar ternyata kenal ama artis---dp= Dewi Persik??? Bukannya kamu sangattttt Aura Kasih....
luv:aq
Posting Komentar