Gule Kambing Rasa AK 47
Tiga hari setelah perjanjian damai Aceh di tandatangani di Helsinski, 15 Agustus 2005, akhirnya aku, kamerawan SCTV Anambo Tono dan beberapa wartawan lain, masuk ke wilayah Lhok Sukon Aceh Timur.
Tidak jelas siapa yang sebenarnya siapa dari pihak GAM yang memperbolehkan wartawan masuk ke sarang mereka. Pada hari yang bersamaan di wilayah Aceh Utara, juru bicara GAM Sofyan Dawood, juga menerima kehadiran wartawan. Berbagi tugas dengan kru liputan lain, aku akhirnya memutuskan ke Aceh Timur saja, alasannya tempat yang kita tuju adalah tempat dimana Ersa Siregar (alm) dan Fery Santoro pertama kali diculik pihak GAM. Alasan lain, tentu saja, Sofyan Dawood sudah sering tampil di TV… (apalagi dengan gayanya yang diseram-seramin seperti Rambo dengan kaca mata hitamnya, ups…).
Menunggu diantara Lhoksemauwe dengan Lhok Sukon sekitar 15 menit, akhirnya mobil mengarah ke Lhok Sukon. Setelah melewati jalan raya menuju Medan, akhirnya mobil belok ke kiri, dan disana ada pos penjagaan BRIMOB, untungnya tidak ada pemeriksaan.
Setelah melewati jalan tanah yang bergelombang tidak jelas, serta beberapa lubang yang digali oleh GAM, kami akhirnya tiba di lahan yang agak terbuka. (eh,.. GAM sengaja menggali lubang di jalan dengan dalam kurang lebih satu meter dengan lebar satu meter melintang di jalan, dengan maksud untuk memperlambat gerakan TNI atau Polisi bila mereka melakukan operasi. Apabila ada pihak luar yang ingin masuk dan disetujui oleh orang GAM, maka saat kendaraan akan melintas, tiba tiba akan datang orang membawa kayu untuk dijadikan jembatan, setelah kendaraan melintas kayu dibawa kembali dan jalan dibiarkan berlubang).
Tidak perlu menunggu lama, ada pihak yang menjemput dan diajak masuk ke suatu daerah. Berjalan kurang lebih 15 menit, tiba di sebuah gubug seperti pos kamling dari kayu. Di tempat ini, wartawan didata, dicatat namanya, dilihat KTP dan ID Press-nya. Salah satu kartu identitas, KTP atau ID Press masing masing wartawan ditinggal di pos ini.
Kamerawanku terlihat sedikit gugup, karena namanya Anambo Tono, mirip nama Jawa padahal aslinya orang Lombok, NTB. Orang Jawa cenderung dibenci orang Aceh karena menurut mereka, karena Republik Jawa-lah mereka menderita. Kulihat dia menuliskan namanya dengan sekenanya agar tidak jelas, yang pasti kulihat dia tidak menuliskan Anambo Tono, tapi Anam Toni atau apalah, yang pasti tidak jelas. Sedikit aku candain dia, “ Hei, Tono… kayaknya elu gak bisa masuk deh…”, dia senyum aja.
Sialnya, setelah komplit didata, kita dipanggilin satu persatu. Saat nama kamerawanku dipanggil si orang GAM yang mengabsen terlihat bingung bacanya. Dia kemudian panggil, “Anamto…… eh, ehm… Antoni!!!”, Karena tidak ada nama Antoni, semua diam, tiba tiba di menyebut "SCTV!", walah, walah….., aku senggol tangannya, dia mengacung dengan senyum senyum. Aku kemudian bilang “ Dia Cameraman-ku, namanya Anambo Tono”, … “Oooo,…” balas si tukang absen. Dia kemudian dekati Tono, dan lihat ID Press-nya. “Ok, cocok!”.
Setelah semua diabsen, kita jalan lagi kurang lebih 20 menit. Jalannya turun naik, di kiri kanannya tanaman sawit. Aku bawa tas peralatan sisinya charger, battery, mike dan lain lain, Tono membawa kamera yang siap untuk merekam, tapi selama jalan tidak boleh merekam. Aku bilang ke Tono, ”Sudah,... jangan ngerekam, ntar aja pulangnya”. Tono diam aja. Sejurus kemudian ada dua orang GAM yang muncul dari balik kelapa sawit, Tono langsung menyapa getir karena kaget ” Assalamualaikum Tengku...”, Mereka balas ”Wa alaikum salam...”. Mereka mengaku namanya Tengku ”Hambali”(?) dan Tengku ”Hasyim” (?). Umur keduanya saat itu sekitar 25-27 tahunan.
Lalu, kita jalan sambil ngobrol. Karena Hambali membawa Handy Talky dan pistol, kita langsung menebak, dia pasti orang yang cukup berperan."Hasyim" juga membawa pistol. Tapi mereka ngaku hanya prajurit biasa. Mereka tanya-tanya tentang kamera, dan Tono dengan senang hati menjelaskan. Tak lama suasana jadi akrab, lalu kemudian kamera berpindah tangan. Tono yang merasa pegel membawa kamera sekitar 12 kiloan apalagi di tengah panggangan matahari, memperbolehkan kameranya dibawa oleh dua orang GAM. Lumayan juga, apalagi si GAM nampaknya semangat ngebawain kameranya Tono (Hihihi...). Setelah semakin akrab, si ”Hambali” yang ngebawain kamera akhirnya mengaku intel GAM. Sedangkan ”Hasyim” mengaku komandan pasukan.
Akhirnya sampai di sebuah lahan terbuka diantara pohon pohon sawit dan pohon pohon kayu. Disana muncul sekitar 20-an orang sebagian besar membawa AK 47 (Avtomat Kalashnikova 1947). Tono langsung menyambar kamera, di pundak ”Hambali”, mau mengambil gambar bendera GAM yang tengah berkibar di sebuah tiang dan pasukan ber_AK 47. Tapi langsung orang GAM meminta agar tidak ada pengambilan gambar apapun.
To be Continued
Almost everything we call "higher culture" is based on the spiritualization and intensification of cruelty- this is my proposition; the "wild beast" has not been laid to rest, it lives, it flourishes, it has merely become-deified.(Friedrich Nietzsche, Beyond Good and Evil, 1885).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
TEROR DI MANHATTAN, 31 OKTOBER 2017
TEROR DI MANHATTAN, 31 OKTOBER 2017 Oleh: Alam Burhanan Virginia, USA Mendengar kabar ada serangan yang mematikan, mende...
-
17 Agustus 2009, hari ini, aku bebas merdeka,… seharusnya ada acara wajib, upacara 17-an pukul 6.30 pagi di kantor, tapi aku dengan kemerdek...
-
1 of 3 2 of 3 3 of 3 Ini adalah Episode program Telisik di ANTV dengan judul Bisnis Narkoba di Dalam Penjara. Episode ini diputar pada Agust...
-
HANTU FENOMENAL DI KBRI WASHINGTON DC Oleh: Alam Burhanan Di Virginia, AS “Mas, tadi malam saya denger main pianonya bagus sekali”...
1 komentar:
ayoooo...
nulis yang banyakkkk,
mumpung weekend!!!!
hehehe..
Writing for healing ^_*
Posting Komentar