Salah Sebut Memicu Ribut (Bagian 3, habis)
Setelah diskusi dengan Dicky Martiaz, kami sepakat tidak dapat mengikuti permintaan mereka. Kami bisa saja mengiyakan permintaan mereka dan segera keluar dari tempat itu, tapi bila itu dilakukan sementara kami tidak menyiarkan pernyataan mereka, situasinya bisa lebih genting, kami bisa dituduh berbohong dan bakal dicari kembali.
Akhirnya kami semua mendekati pimpinan kelompok dan menyampaikan sikap kami. Aku mengawali dengan, ”Pak, kita tidak yakin bisa menyiarkan hal ini, karena nanti akan menambah panas situasi”.Segera sang pimpinan kelompok menukas, ”Tidak siarkan segera malam ini, kalau tidak artinya benar kalian adalah orang Merah”. Dicki kemudian angkat bicara, ”Kami akan kirim gambar ini ke Jakarta, tapi itu terserah Jakarta menyiarkan atau tidak.”.
Situasi masih saling kelit, aku menimpali, ”Kami juga akan mengirim gambar ini dan yang menentukan adalah Jakarta, kami tidak dalam posisi mengambil keputusan... yang pasti tidak akan kami siarkan malam ini, karena perlu waktu untuk mengirimkannya via satelit”. Mereka kemudian nampak tertarik dengan pola pengiriman via satelit, ”Emangnya caranya gimana?”. Langsung saja kami saling sambar-menyambar pernyataan dengan istilah-istilah teknis pengiriman gambar, muncul istilah kata feeding, looping, compressed file, editing, satelit, azymut, horizontal dan istilah istilah yang kami yakin mereka tidak mengerti. Intinya kami hanya buying time, dan pimpinan kelompok terlihat bingung dan tidak menyangka apa yang kami jawab tambah membuat dia bingung.
Dan akhirnya, terdengar suara adzan, dengan cepat aku menyambar, ”pak, sudah magrib... kami pamit”. Mereka secara serempak pula mengajak agar sholat magrib bersama-sama dulu. Wah.., aku pikir nanti mereka tahu bahwa Pepet adalah non muslim. ”Nggak pak, pakaian kami pasti kotor, kami pulang saja dan waktunya masih terkejar untuk sholat maghrib di hotel”. Tidak ada jawaban, dan kami langsung saja menyodorkan tangan untuk pamit.Sebelum pulang, aku datangi Lukman Baabduh untuk pamit dan mengucapkan terimakasih. Kamipun meninggalkan lokasi menuju Telkom.
Sesampainya di Telkom Nanang dan orang-orang Telkom tersenyum gembira melihat kami, ”Sebentar lagi kalian nggak ada kabar, aku mau lapor ke Polda” kata Nanang. ”Tenaang...” keluarnya juga akhirnya kata andalan dari mulut Pepet.
Kami diskusi lagi bahwa gambar tidak akan kami kirimkan malam ini, karena akan coolling down dulu, selain itu kami juga khawatir apabila gambar kami kirim dan tiba-tiba tanpa sepengetahuan kami nyelonong ke layar, maka situasinya akan bertambah sulit bagi kami. Akhirnya kami pulang ke hotel... Wuiiih.... lega.
Sekitar satu jam di hotel, tiba-tiba telpon dari Sahlan yang menyatakan bahwa Polda minta kaset rekaman yang ada pada kami. Segera aku telpon Dicki dan membuat kesepakatan bahwa kami tidak akan menyerahkan gambar kami kepada polisi.
Benar saja tak lama aku menutup percakapan dengan Dicki, ada utusan polisi dari Polda Maluku datang ke hotel untuk mengambil kaset entah atas perintah siapa, tentu saja permintaan itu kami tolak. Sebelumnya aku menelpon Kapolda Maluku Pak Narko (Sunarko, berpangkat Brigjend Polisi waktu itu) untuk menjelaskan bahwa kami tidak akan memberikan kaset rekaman dan berjanji akan datang ke Mapolda besok pagi. Pak Narko setuju dan sang utusan akhirnya pulang.
Besok pagi, kami datang ke Mapolda. Saat bertemu dengan serse-serse Polda Maluku mereka mengaku telah mengetahui kejadian malam sebelumnya. Ketemu dengan pak Narko suasananya dipenuhi guyon, kami tetap menyatakan tidak akan memberikan gambar karena nanti akan menyulitkan kami dan mempengaruhi netralitas kami. Toh... situasinya sudah reda. Akhirnya pembicaraan berakhir dengan posisi kami tidak menyerahkan kaset, dan polisi tidak meminta paksa kaset tersebut. Selanjutnya kami hanya bercanda tentang ”keluguan-keluguan” Sahlan Heluth dalam menyikapi situasi, semua terkekeh.
Ambon memang manise...
Almost everything we call "higher culture" is based on the spiritualization and intensification of cruelty- this is my proposition; the "wild beast" has not been laid to rest, it lives, it flourishes, it has merely become-deified.(Friedrich Nietzsche, Beyond Good and Evil, 1885).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
TEROR DI MANHATTAN, 31 OKTOBER 2017
TEROR DI MANHATTAN, 31 OKTOBER 2017 Oleh: Alam Burhanan Virginia, USA Mendengar kabar ada serangan yang mematikan, mende...
-
17 Agustus 2009, hari ini, aku bebas merdeka,… seharusnya ada acara wajib, upacara 17-an pukul 6.30 pagi di kantor, tapi aku dengan kemerdek...
-
1 of 3 2 of 3 3 of 3 Ini adalah Episode program Telisik di ANTV dengan judul Bisnis Narkoba di Dalam Penjara. Episode ini diputar pada Agust...
-
HANTU FENOMENAL DI KBRI WASHINGTON DC Oleh: Alam Burhanan Di Virginia, AS “Mas, tadi malam saya denger main pianonya bagus sekali”...
4 komentar:
Bisakan wartawan bekerjasama ama POLISI????!!!! Hehehehe....
luv:aq
berkat kerjasama sama polisi tuh, Mbak Tiyak, jadinya berakhir damai. Huehuehuehue...
Uhuy, ada temen mbelain polisi!
^_^
*temen sebangkunya Tya*
Kakakaka...
Polisi kan emang jagoan damai, kok. Percaya deh, kalo kena tilang akan muncul tawaran, "Mau damai aja?".
Peace!!!
Mohon ijin komandan, apa kata komandan 86 ajeeee....
luv:aq
Posting Komentar