OJO KAGETAN OJO GUMUNAN
Oleh: Alam Burhanan
di Virginia, US
Beribu-ribu mil ke
arah timur, pria ceking itu baru terbangun dari tidur. Wajahnya semakin matang
di usia yang hampir tigapuluh tahun. Ia membuka pintu rumah kecilnya, mencari
koran pagi. Sekali raup, koran Kompas dan Kedaulatan Rakyat ia genggam.
Pintu depan rumah
dibiarkan terbuka, koran dilemparkan ke sofa berbarengan dengan pantatnya. Tak
lama ia raih koran Kedaulatan Rakyat, tangannya sedikit basah dari air berbasuh
usai kencing.
Seperti hari-hari
kemarin, dia membaca hampir semua isi koran. Termasuk iklan-iklan. Usai satu
koran beralih ke koran kedua dengan jeda membuat kopi hitam tak bergula dari
termos air panas.
Termos model lama
yang dibeli di Progo, toko di belakang pasar Beringharjo. Termos itu adalah
yang termahal dari jejeran termos-termos. Bukan karena alasan apapun, melainkan
dia malas memilih. Di otaknya, yang terbaik itu pasti harganya mahal dan tahan
lama. Toh, nantinya akan lebih menguntungkan karena umur pakai yang panjang.
Termos itu sudah berumur sepuluh tahun. Ia pakai sebentar, lalu ditinggal
kuliah dua tahun di Amerika. Usai gelar master diraih dia pulang dan kembali
memakai termos panas berwarna merah itu.
Koran kedua yang
dibaca pertama adalah rubrik internasional, lalu membaca rubrik opini, semakin
ke halaman belakang secara berurutan.
Usai halaman paling
belakang ia mengolesi satu roti dengan selai kacang. Satu roti lagi ia olesi
dengan selai coklat, lalu ditangkupkan. Itu sarapannya di rumah, hampir setiap
pagi.
Setelah tuntas dengan
setangkup roti dan secangkir kopi hitam, barulah headline berita koran hari itu
mendapat giliran dibaca. Tak ada berita yang menarik perhatian. Kasus
tertangkapnya petinggi negara karena korupsi tak mengusiknya. Dia hanya membaca
tanpa ekspresi, mengernyit pun tidak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar