PUASA DAUD DAN KAOS KAKI BOLONG AMIEN RAIS
Oleh : Alam Burhanan
Virginia, USA
600 juta itu disebut jaksa KPK. Lembaga anti rasuah ini
jarang salah..Kalau budaya jawa KPK ini bersifat Tata Titi Tatas Titis. Intinya
bekerja seksama dan tepat sasaran.
Kalau saja KPK pun benar soal ini, Amien Rais pasti bisa
beli banyak nasi bungkus dan kaos kaki… lho kok?
Aku salah seorang dari berjuta di sana yang sempat mengagumi
Amien Rais. Apalagi dia dari Jogja. Aku sempat lama tinggal di Jogja dan
waktuku beririsan dengan aktifitas Muhammad Amien Rais, MAR.
Lalu apa hubungan dengan nasi bungkus dan kaos kaki bolong?
Saat MAR menjabat sebagai ketua PP Muhammadiyah, aku dan
organisasi mahasiswa meminta waktu hearing dengan MAR.
Aku ingat hari itu Jumat.
Kami diterima pak Amien, (begitu kami menyebutnya) saat jelang sholat
Jumat. Saat diskusi baru dimulai, waktu mendekati saat sholat Jumat. Kami lalu
sepakat melanjutkan usai sholat jumat.
Kami bersama pak Amien, jalan kaki ke Masjid Gedhe Kauman,
tidak terlalu jauh dari kantor PP Muhammadiyah di jalan Ahmad. Dahlan.
Singkat kata, usai sholat pak Amien, mampir ke warung makan,
membeli beberapa bungkus nasi dan membawanya ke kantor PP Muhammadiyah.
Ternyata, pak Amien beli nasi bungkus buat kami. Dia
menyilakan kami makan siang dulu, tapi ternyata pak Amien tidak ikut makan. MAR
sedang puasa. Dia memang kuat menjalankan ibadah puasa Daud, puasa sehari,
sehari tidak, keesokkannya puasa lagi berselang seling. Hari itu, pas saat MAR
puasa. Kami para mahasiswa rikuh makannya, pak Amien lalu meninggalkan kami
untuk sementara kami menyelesaikan makan.
Ampun pak Amien, kami jatuh cinta!
Bebeberapa tahun kemudian, aku belum lagi tuntas kuliah, aku
bekerja kontrak sebagai presenter berita di TVRI Stasiun Yogyakarta. Tugasnya membawakan
berita atau program terkait berita.
Di saat puasa, TVRI Stasiun Yogyakarta punya acara unggulan
Talkshow menjelang buka puasa namanya Gema Ramadan. Aku ingat betul.
Hostnya bergantian, salah satunya aku ikut nongol di acara
bergengsi untuk lokal Jogja. Waktunya pun primetime, jelang bedug maghrib.
Acara Gema Ramadan membahas thema keagamaan dan sosial
kemasyarakatan. Jogja tak pernah kekurangan orang berbobot untuk acara yang
kuat hubungannya dengan keilmuan. Kalau dibandingkan mungkin sama dengan Brasil
yang tak pernah sepi dari talenta sepakbola.
Salah satu tamunya adalah Muhammad Amien Rais. Produser
acara beberapa kali menjadwalkan aku yang membawakan acara saat tamunya pak
Amien. Kalau pun dijadwalkan dengan orang lain, aku biasanya ngotot untuk minta
tukar jadwal agar aku bersama pak Amien untuk acara itu.
Aku “merasa” lebih dekat dengan pak Amien. GeEr itu adalah
penyedap rasa.
Pernah sekali waktu usai acara Gema Ramadan, setelah berbuka
kami menuju masjid TVRI untuk sholat magrib. Saat mau sholat aku lihat ujung
kaos kaki pak Amien bolong dua-duanya, kiri dan kanan. Aku sempat ingat pak
Amien sambil senyum bilang ke aku “ iya bolong mas Alam…, hehe…”
Sederhana betul… Ampun, aku jatuh cinta lagi!
Reformasi berjalan, aku terpisah haluan dengan gerbong MAR.
Pak Amien makin mentereng dengan reformasinya dan pindah ke
Jakarta, aku pun pindah untuk jadi wartawan.
Beberapa kali ketemu saat pak Amien menjadi ketua MPR, dan
aku merasa istimewa saat dia mengingat namaku dan memanggil “mas Alam”.
Tersanjung…
Eh, tenyata pak Amien punya ingatan yang baik perihal nama
orang, jadi beberapa orang lain juga dia sebut dengan namanya, mas Joko, mas
Toni, mas Rido dan banyak lainnya. Tapi aku tetap sepakat bahwa GeEr itu adalah
penyedap rasa.
Banyak juga pertemuan-pertemuan selanjutnya. Semangat reformasi tertatih, aku
pun semakin jarang ketemu Pak Amien. Apalagi aku tak lagi GeEr bahwa pak Amien
mengingatku… jadi yah... begitulah. Ditambah ketertarikanku pada aktifitas
politik mengendor kayak tali kolor yang butut dan semakin kendor melihat
perilaku politisi Senayan.
Sampai akhirnya KPK hadir dengan kasus 600 juta ini… hadir pula ingatanku pada MAR,… Muhammad Amien Rais…, pak Amien yang dulu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar