Selasa, 24 Oktober 2017

ARTAN MATI UNTUK APA?

ARTAN MATI UNTUK APA?
Renungan Tindak Brutal Muslim di Columbus, Ohio

Oleh: Alam Burhanan
di Virginia, US

Abdul Razak Ali Artan, baru berusia 18 tahun. Baru kuliah satu semester di kampus Ohio State University, OSU di kota Columbus.

Senin, 28 november 2016, sekira pukul sepuluh pagi di mati.
Tiga butir peluru polisi menghentikan detak jantungnya yang sebelumnya berdegup kencang-kencang. Sekencang mobil yang disetirnya.

Artan tinggal bersama ibu dan lima saudaranya. Dia putra tertua. Harapan keluarga imigran asal Somalia. Dia pintar, cum laude dari community college, sebelum dia menempatkan namanya menjadi mahasiswa di OSU. Sebuah kampus negeri besar di Ohio.

Tetangga dan kerabatnya menyebut dia anak baik. Warung di dekat apartemen keluarganya bersaksi dia ramah, tak pernah beli alkhohol, sesuatu yang jamak dicoba remaja seusianya.

Di OSU, dia sempat mengeluh susah mencari tempat sholat. Dia tertib menjalankan sholat 5 waktu. Keluhannya atas tempat sholat membuatnya dijadikan profil dari artikel di majalah kampus.

Semangat cintanya pada agama Islam membuatnya Artan, peduli dengan muslim lainnya. Terlacak kecintaanya itu oleh pihak lain.
Diubahnya pola pikir Artan, dia menjadi radikal dalam waktu pendek saja. Media digital sekarang, membuat orang mudah saja terhubung. Niat baik dan buruk mudah saja tersambung.

Pagi itu kemarahannya memuncak, dia tulis di linimasa Facebooknya bahwa dia muak dengan dengan kekerasan yang terjadi terhadap muslim di seluruh dunia. Solidaritasnya membatu. Keras hatinya. Hanyut dia dalam kerasnya semangat. Lupa dia dengan ibunya yang berjuang keras mengasuh dia dan lima saudara lainnya. Lupa dia perjuangan keluarganya yang menjadi pengungsi dari Somalia.

Kuat diduga dia terpengaruh gerakan radikal di Timur Tengah, paling tidak sinyalemen itu ditangkap oleh aparat.

Setelah menulis kemarahannya di Facebook, diraihnya kunci mobil milik kleuarganya. Diambil pula pisau daging dari rumah. Keluar dia dengan marah. Marah sejadi jadinya. Mobil dipacu kencang, masuk area kampus. Dipacu mobilnya ke trotoar, di tabraknya pejalan kaki. Mobilnya terhenti menabrak bangunan, tapi tidak marahnya.

Segera dia genggam pisau, dihujamkannya pada pelintas yang menanyakan apakah dia baik baik saja setelah tabrakan. Pelintas mengira dia megalami kecelakaan. Tak ambil peduli dalam diam dia menghujamkan pisaunya.

Polisi datang, dia terus menyerang dalam diamnya. Polisi harus menghentikannya dengan tembakan, dia tetap diam hingga mati.

Di rumah, keluarganya meraung. Adik adiknya  sempoyongan, tak pernah terbayangkan kejadian ini. Dunia terasa sesak. Sang kakak mengambil jalan tak layak. Berat beban mereka tanggung, kakak tercinta harus diikhlaskan, tapi jalan tak layak itu tak masuk akal mereka.

Di sudut lain, organisasi Islam di Amerika mengutuk perilaku kekerasan. Pun demikian komunitas muslis Somalia dan masjid masjid di Ohio. Mereka sedang mengajak muslim Amerika untuk menunjukkan jiwa yang santun, baik seperti tuntunan Islam. Karena jalan seperti itulah yang mereka yakini mampu menyadarkan orang bahwa Islam tak perlu dibenci., Islam bukan berjiwa marah. Sebaliknya Islam adalah kelembutan, kedamaian.
Mereka kecewa mengapa Artan terpengaruh. Mereka mengutuk mengapa ada orang yang mengajak pemuda itu menjadi radikal. Mereka simpati dengan pedih yang ditanggung keluarga Artan.
Harapan keluarga Somalia kandas, menghujam deras ke dasar sakit.
Abdul Razak Ali Artan, pemuda pintar itu direnggut dari keluarga, terpengaruh bertindak brutal.

Artan Mati, menimbun mimpi indah ibu dan lima adiknya.

Tidak ada komentar:

TEROR DI MANHATTAN, 31 OKTOBER 2017

TEROR DI MANHATTAN, 31 OKTOBER 2017 Oleh: Alam Burhanan Virginia, USA Mendengar kabar ada serangan yang mematikan, mende...