Kamis kemarin, 27 Agustus 2009, di Dewan Pers, aku hadir dalam diskusi “Etika Pers dalam Meliput Terorisme”. Judul yang mengundang tanda tanya besar, apakah memang perlu ada etika pers yang “baru” untuk menambah sebelas etika pers yang selama ini sudah ada?.
Pembicara utama acara ini adalah Kadivhumas POLRI Irjen Polisi. Nanan Sukarna, Bambang Harymurti, Iskandar Siahaan, dan Ade Armando. Di kursi peserta selain perwakilan media, hadir beberapa senior di dunia kewartawanan kayak, pak Atmakusumah, Leo Batubara termasuk ketua Dewan Pers Ichlasul Amal.
Pembicaraan dimulai dari Nanan, yang banyak memberi informasi off the record tentang operasi penanggulangan teroris di Temanggung dan Jatiasih. Cerita off the record, jelas jauh lebih menarik dari on the record… walaupun sebagian cerita sebelumnya pernah juga disampaikan oleh Kapolri BHD pada pertemuan dengan pimpinan media di Mabes POLRI, 11 agustus silam.
Setelah itu Bambang Harymurti yang bicara dan kemudian suasana menjadi lebih menyala. BHM menganggap perlu aturan peliputan teroris dengan mengacu pada serangan teroris di Mumbai bulan November 2008 silam.
Untuk mengingat peristiwa Mumbai, aku mengulas sedikit cerita tentang aksi terror Mumbai, yaitu sebuah kelompok yang menamakan dirinya "Deccan Mujahidin" (kemudian di ketahui berasal dari kelompok Lashkar-e-Taiba yang berbasis di Pakistan) melakukan serangkaian penembakan, peledakan, dan penyanderaan. Serangan-serangan tersebut terjadi di stasiun kereta api Chatrapati Shivaji Terminus yang ramai, dua hotel bintang lima yaitu Oberoi/Trident dan Taj Mahal Palace, Kafe Leopold (restoran terkenal di kalangan turis), Rumah Sakit Cama, Mumbai Chabad House (gedung pusat komunitas Yahudi), dan kantor polisi.
Serangkaian serangan teror di Mumbai, ibukota finansial India, menewaskan 172 orang dan menciderai lebih 300 lainnya.
Nah dalam diskusi berkembang cerita bahwa dibalik operasi penanganan teroris di Mumbai, diketahui bahwa anggota jaringan terror menggunakan media televisi untuk memantau pergerakan pasukan anti terror India. Karena hal inilah korban yang jatuh dari tim anti terror India jumlahnya lebih besar dibanding dengan jumlah teroris.
Teroris dengan leluasa memantau gerakan pasukan anti terror yang bergerak dalam operasi dari televisi yang menyiarkan langsung operasi penanganan terror. Karena hal ini pulalah kepala regu anti teroris Negara bagian Maharasthra, Hemant Karkare tewas dalam operasi, karena gerakan pasukannya diketahui oleh para anggota teroris yang memantau gerakan pasukan.
Kepalaku meradang sendiri terbayang Temanggung, operasi 18 jam ……
Waduh..., apa yang terjadi andaikan di Temanggung bener-bener ada anggota terror kelompok Noordin (bukan Noordin boongan…). Pastilah mereka juga akan memantau gerakan Densus 88 dari TV yang bersiaran langsung baik melalui listrik PLN atau sumber energi lain. Mereka mengatur siasat agar menimbulkan korban lebih banyak, dan penonton di rumah akan dapat menyaksikan secara langsung bagaimana akibat serangan itu. Bisa saja akan muncul ledakan bom, tembakan balasan dan lain-lain. Efeknya pasti akan sangat jelas dan terlihat di televisi, darah berceceran, kepala, terpecah, orang terkulai jatuh dan meninggal, erangan kesakitan… o la la…. Semuanya akan terjadi di depan jutaan penonton.
Sementara televisi yang telah menuhankan rating, terus bersiaran dengan gegap gempita… semakin dramatis peristiwa akan semakin meningkatkan rating. Karena siaran dilakukan secara live, tidak ada proses editing yang proper, siaran akan goes through…. Semua akan tertangkap mata, pria, wanita, tua, muda dan anak-anak.
Kelompok teroris juga akan memantau berita dari website dengan blackberrynya, mengetahui rencana pasukan anti terror, rencana strategis dan lain-lain….
Ini proses gila…..
Coba bayangkan andaikata, setelah daya-upaya Noordin dan kelompoknya sudah kehabisan tenaga dan persenjataan… tiba-tiba Noordin keluar dengan rompi bom-nya, mengangkat tangannya tinggi-tinggi, berteriak ALLAHU AKBAR, lalu akan disusul dengan rentetan tembakan polisi yang menembakinya!!!! Semuanya disaksikan secara langsung!!!
Begitu heroiknya…..
Ampuuuun… alangkah bodohnya kita!!! Jutaan orang akan bersimpati, jutaan orang bersedia menjadi pengantin, jutaan orang akan meniru gaya Noordin!!!!! Edaaaaaaaaaaaannnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn!!!!!
Lalu siapa sebenarnya yang melakukan TEROR???
Aku terkesiap,...
Almost everything we call "higher culture" is based on the spiritualization and intensification of cruelty- this is my proposition; the "wild beast" has not been laid to rest, it lives, it flourishes, it has merely become-deified.(Friedrich Nietzsche, Beyond Good and Evil, 1885).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
TEROR DI MANHATTAN, 31 OKTOBER 2017
TEROR DI MANHATTAN, 31 OKTOBER 2017 Oleh: Alam Burhanan Virginia, USA Mendengar kabar ada serangan yang mematikan, mende...
-
17 Agustus 2009, hari ini, aku bebas merdeka,… seharusnya ada acara wajib, upacara 17-an pukul 6.30 pagi di kantor, tapi aku dengan kemerdek...
-
1 of 3 2 of 3 3 of 3 Ini adalah Episode program Telisik di ANTV dengan judul Bisnis Narkoba di Dalam Penjara. Episode ini diputar pada Agust...
-
HANTU FENOMENAL DI KBRI WASHINGTON DC Oleh: Alam Burhanan Di Virginia, AS “Mas, tadi malam saya denger main pianonya bagus sekali”...
5 komentar:
wowww... pasti ini karena seseorang yang kita curigai menjadi agen B#N selain menjadi agen minyak tanah dan koran....
Susah ya... kompetisi ketat, namun apakah common sense juga harus hilang tergencet roda kompetisi?
masih ada preman diatas preman...
Dia tidak mengenal cinta!!!, hehehe... bukankah semua kebeneran itu berdasarkan cinta?!!
hehe si preman itu tentu tidak mengenal cinta....
Posting Komentar