Senin, 31 Agustus 2009

Beruntung di Skuddai

Kompleks Taman Teratai, tidak jauh dari Universitas Tehnologi Malaysia-UTM, di kawasan Skuddai, Johor. Perumahan yang dekat dengan Taman University UTM ini asri. Pepohonan besar masih betah menancapkan akar-akarnya di kawasan perumahan.

Awal November 2005, matahari pagi masih hangat saat kami menyambangi rumah Doktor Azahari di perumahan ini. Satu hari sebelumnya kami telah mencari informasi dan lokasi rumah “Sang Bomber dari Skuddai”. Namun karena terlalu malam untuk bertamu, kami memutuskan untuk datang pagi itu. Rumah itu bercat putih gading, posisinya di sudut blok dengan luas tanah sekitar 300-400 meter persegi. Terdapat taman di sisi depan dan samping rumah.

Berkali-kali memanggil, tidak ada balasan. Gonggongan anjing juga mulai mengganggu kami yang terus berada di pagar luar rumah. Akhirnya setelah berkali-kali mengucapkan salam, ada seorang ibu muda keluar rumah dan menanyakan maksud kedatangan kami dengan suara yang agak tinggi. Kami jelaskan bahwa kami ingin bertamu dan menanyakan rumah yang dulu sempat ditinggali Doktor Azahari. Dia tetap mengaku tidak kenal dan mengancam kami, andai kami tidak pergi dari rumah itu, maka kami akan dilaporkan ke petugas pengamanan kompleks. Dia juga mengaku melihat kamerawan mengambil gambar lokasi rumah, dan dia mengaku terganggu dengan aksi itu.

Jarak kami cukup jauh, kami berada di luar pagar dan si wanita berada di dekat pintu utama, jaraknya sekitar sepuluh meter. Tapi terkadang keberuntungan ada pada kami. Tiba-tiba ada mobil datang, setelah membuka pagar, mobil parkir di carport. Aku menyapa.

Lalu percakapan kami berlangsung persis seperti perbincangan kami dengan sang wanita, sang wanita mendekat. Rupanya mereka adalah pasangan suami istri, umur mereka sekitar 40-an tahun. Kami kemudian diajak masuk oleh sang suami dan duduk di teras rumah yang asri.

Lantai teras dibuat dari paduan keramik yang dipasang berselang seling dengan daun pohon sukun yang dicetakkan ke atas semen. Kami mengelilingi sebuah meja bundar kecil dengan empat tempat duduk. Perbincangan berlangsung lebih santai, tidak ada hidangan karena saat itu sedang bulan puasa.

“Pak Cik kenal dengan Azahari?” kataku. Pasangan suami-istri saling pandang dan mengaku tidak mengenal tapi tahu Doktor Azahari. Mereka lalu menambahkan mereka tidak ingin terganggu dengan keberadaan Azahari.

“Bukankah pak Cik tinggal di rumah yang dulu adalah rumah Azahari?”. Mereka mengaku membeli rumah itu tanpa tahu siapa pemiliknya. Jawaban yang aneh. Mereka mengaku di dokumen rumah tidak tercatat atas nama Azahari. Dan berkali-kali mereka mengaku terganggu dengan kehadiran orang-orang yang mencari Doktor Azahari. “Siapa mereka?” tanyaku. Mereka mengaku tidak tahu, mereka baru satu kali menerima tamu yang mencari Azahari, dan tamu itu adalah kami… huhhh thanks God!

Setelah perbincangan yang ngalor-ngidul dari masalah makanan berbuka puasa, suasana ramadhan di Indonesia sampai ke aktivitas politik di Indonesia. Sang Suami kemudian mengaku mengenal mantan ketua PB HMI Ferry Mursyidan Baldan, ahaa…. kami pun mengaku mengenal Ferry Mursyidan dan menjelaskan bahwa Ferry sudah menjadi anggota DPR dari Golkar. Ternyata sang suami dulu zaman mahasiswanya dulu pernah menjadi aktivis muslim. Perbincangan berubah menjadi sangat menyenangkan.

Sang suami lalu menuliskan nama mereka di atas kertas yang diambilkan oleh sang istri, lengkap dengan alamat dan nomor telepon mereka. Aku menyerahkan kartu nama dan memberi nomor telepon Ferry Mursyidan kepada sang suami.

Tidak ada wawancara, dan mereka berjanji akan menghubungi kami kalau suatu saat berkunjung ke Jakarta. Kami mendapat kepastian bahwa rumah yang saat ini mereka tempati adalah rumah yang dulu ditempati Doktor Azahari, sang suami akhirnya mengaku dengan tersenyum kecil.

Tono mengajak mencari masjid sebelum kami menuju ke UTM. Di parkiran masjid saat kami akan beranjak pergi ke UTM, kami berpapasan dengan seorang laki-laki dewasa, dia menyapa. Kami membalas sapaan. Perbincangan berlanjut dengan menjelaskan maksud liputan kami di Negara bagian Johor.

Keberuntungan masih memihak kami. Setelah kami menjelaskan bahwa tujuan kami selanjutnya adalah UTM sang laki-laki meminta kami agar membuntuti mobilnya, dia akan ke UTM juga. Kami menurutinya.

Setiba di gerbang kampus UTM, ada pemeriksaan dari petugas pengamanan kampus. Sang laki-laki menunjuk kearah mobil kami, kami masuk tanpa ada pemeriksaan. Kami kemudian dibawanya menuju Fakultas Teknik dan Geoinformasi, tempat Azahari dulu mengajar. Tangannya kembali menunjuk ke plang Fakultas, memberi kode bahwa itu tujuan kami, dia lalu memacu mobilnya meninggalkan kami.

Seperti refleks Tono lalu mengambil gambar Fakultas. Beberapa kegiatan mahasiswa tak luput dari bidikan lensa Tono. Mahasiswa-mahasiswi kami tanyai tentang Azahari, hampir semua mengaku tidak tahu kalaupun ada yang bersedia diwawancara mereka hanya menjelaskan kegiatan Azahari secara umum dalam proses belajar-mengajar. Kami merasa sudah memiliki gambar permulaan yang cukup, aku lalu mengajak Tono untuk menemui Dekan Fakultas Teknik dan Geoinformasi.

Kami menuju ruang dekan, dan tanpa ba-bi-bu masuk ke sana dan bertemu staff dekan. Ditanyakan apakah kami sudah punya janji, aku menjawab dengan pasti, “sudah.”, padahal belum, hehehe…

Akhirnya dekan keluar, kamera Tono sudah kondisi record. Sang dekan terlihat kaget dengan kehadiran kami dan menanyakan maksud kedatangan kami. Kami jelaskan. Sang dekan tak ingin memberi penjelasan apapun dan meminta kami untuk bertanya ke polisi Malaysia saja. Karena kami belum bersedia ke luar ruangannya walaupun sang dekan sudah menjelaskan kondisinya. Akhirnya sang dekan meminta kami meninggalkan ruangan karena dia akan menerima tamu lain. Kami lalu pergi.

Lalu kami menuju ke perpustakaan kampus yang bersebelahan dengan masjid kampus. Tono lalu mengambil gambar kegiatan mahasiswa dan masjid kampus dan olalaa…. sebuah mobil patroli satuan pengamanan internal kampus datang dengan tergesa. Tiga orang personil pengamanan mendekati kami dan meminta Tono menghentikan merekam gambar. Kami setuju.

Mereka memaksa kami untuk ikut ke dalam mobil patroli. Aku tidak bersedia. Tawar-menawar, akhirnya kami tidak jadi masuk dalam mobil patroli.

Di dalam mobil, aku meminta Tono segera mengganti kaset. Kaset diganti dan segera mengambil gambar lain sekenanya, “ Ambil sebanyak-banyaknya… apa aja, sekenanya Ton…”, Tono sigap merekam gambar.

Benar saja, kami dibawa ke ruangan komandan pengamanan kampus.
Benar saja, sang dekan melaporkan kami ke petugas pengamanan.
Dan benar saja kami diminta memutar gambar apa saja yang sudah kami ambil.

Kali ini Tono dengan tenang mempreview kaset dari kamera. Kami menonton sama-sama. Kami jelaskan bahwa baru saja mengambil gambar saat petugas keamanan datang. Dan sim salabim mereka percaya…

Sang komandan menjelaskan bahwa pihak umum harus mendapat ijin saat masuk lingkungan UTM dan tidak diperbolehkan mengambil gambar di lingkungan kampus. Aku mengaku tidak tahu.

Komandan lalu menjelaskan bahwa mobil kami diperbolehkan dan tidak diperiksa karena ada dosen UTM yang menjelaskan bahwa kami adalah mahasiswanya. Aku ingat laki-laki yang bertemu di masjid pada siang hari dan meminta kami membuntuti mobilnya. Rupanya dia salah seorang dosen di UTM dan saat dia menunjuk ke arah mobil kami, dia menjelaskan ke petugas pengamanan bahwa kami adalah mahasiswanya… wowwww cool….

Kartu pers dan KTP kami diminta untuk mereka fotocopy, kartu nama kami mereka minta. Sekitar 30 menit KTP dan kartu pers kami dikembalikan, kami langsung mencelat kabur dari kampus UTM saat langit sudah mulai berwarna jingga.

Hhmmmm…hari yang beruntung….

4 komentar:

Anonim mengatakan...

wowwwww cool daddy cool....!!!!

Alam Burhanan mengatakan...

Hahahaha... Thanks "Tangguh the Great".

Anonim mengatakan...

Dear Tangguh' s Dad, you are soooo...fucky lucky!! Hehehee...
Cerita lagi... Cerita lagi... :)

Alam Burhanan mengatakan...

wow...

TEROR DI MANHATTAN, 31 OKTOBER 2017

TEROR DI MANHATTAN, 31 OKTOBER 2017 Oleh: Alam Burhanan Virginia, USA Mendengar kabar ada serangan yang mematikan, mende...